Dia, kan, masih kecil. Dapatkah anak batita diajarkan minta maaf kalau salah?
Nouval tiba-tiba nyelonong masuk ke ruang tamu sambil
membawa mainan mobil-mobilan yang besar. Ia ingin menunjukkan pada mamanya kalau
lampu mobil-mobilannya tidak bisa menyala. Tanpa disadari mobil-mobilan yang
dipegangnya menyenggol gelas yang sedang dipegang Tante Irma, teman mamanya.
"Ah...," Tante Irma terpekik kaget saat melihat sirop merah membasahi bajunya. "Aduh
maaf ya, maaf...." seru Rani, sang mama, sambil sibuk mengambil tisu untuk
mengelap tumpahan sirop. "Nouval, ayo minta maaf sama Tante Irma," pinta Rani
pada putranya yang berusia 2;8 tahun itu. Nouval hanya menatap sekilas sambil
berlalu masuk ke ruang dalam. Aduh, malu-maluin
saja, batin Reni.
Sudah berulang kali Nouval disuruh minta
maaf saat melakukan kesalahan, tapi selalu responsnya hanya melihat sekilas
sambil berlalu. Seakan-akan ia tidak bersalah sama sekali. Apa iya anak ini
tidak menyadari kesalahannya?
Minta maaf atau menyesal terlalu rumit
dilakukan batita, karena menurut
Grady, MC, NCC., pakar konseling anak, di usia batita anak sedang berada
pada fase egosentris dan belum mampu melihat permasalahan dari sudut pandang
orang lain. Baginya selama sesuatu tidak membuatnya kecewa, tidak mengusik
barang-barang yang sedang digunakannya, berarti tidak ada masalah. Jadi kalaupun
ia menumpahkan sirop ke baju tamu mamanya, merusakkan mainan, membuat adiknya
menangis, itu bukan masalah.
PEMBIASAAN DULU
Tentu saja hal ini tak bisa dibiarkan begitu saja, anak tetap
harus diajarkan minta maaf, "Terlepas dari mengerti atau tidak, anak tetap harus
dibiasakan untuk minta maaf saat melakukan kesalahan. Yang penting pembiasaannya
dulu, seiring dengan bertambahnya usia, ia akan mengerti konsep maaf," kata
Anna Surti Ariani, Psi.,
yang berpraktik di beberapa
tempat konseling psikologi di Jakarta.
Pembiasaan ini penting agar anak kelak
memperoleh manfaatnya, antara lain:
*
Mengeluarkan diri dari rasa bersalah
Pada prinsipnya minta maaf adalah cara
seseorang mengeluarkan diri dari rasa bersalah. Dengan meminta maaf diharapkan
seseorang menyadari kesalahan dan muncul tekad untuk tidak mengulanginya lagi.
Meski konsep ini masih sulit dipahami batita, tapi seiring dengan bertambahnya
usia ia akan mengerti.
*
Melepas ketegangan
Bagaimanapun suasana menjadi tidak nyaman
saat ada seseorang melakukan kesalahan. Umpamanya, Nouval yang menumpahkan sirop
ke baju tamu, sejenak pasti muncul ketegangan, si tamu terpekik kaget, sang mama
sibuk mengambil tisu dan tergopoh-gopoh minta maaf. Meski mungkin belum mengerti
tapi anak tetap bisa merasakan ketegangan suasana. Nah, dengan minta maaf,
segalanya bisa cair kembali. Anak pun akan mengamati, mamanya yang tadi cemberut
setelah mendengar ia mengucapkan, "maaf," bisa tersenyum kembali.
*
Memperbaiki hubungan dengan orang yang
tersakiti
Dengan minta maaf anak mempunyai "pintu"
untuk memperbaiki hubungannya dengan orang yang tersakiti. Contoh, ia tak
sengaja merusak mainan temannya, setelah minta maaf sang teman mau bermain lagi
dengannya.
4 LANGKAH SEDERHANA
Untuk mudahnya, berikut 5 langkah sederhana cara membiasakan
batita minta maaf:
1.
Contoh
langsung
Contohkan bagaimana seharusnya kata maaf
diucapkan. Misal, orangtua tak sengaja menumpahkan susu anak, katakan, "Maaf ya,
Sayang, Mama tidak sengaja menumpahkan susumu." Begitu juga dengan kesalahan
lain yang dilakukan. Dengan demikian diharapkan anak terbiasa melihat
orang-orang terdekatnya mengucapkan maaf manakala melakukan kesalahan.
2.
Tunjukkan
penyesalan dengan bahasa tubuh
Lakukan kontak mata saat mengucapkan kata maaf, sehingga anak
bisa merasakan penyesalan yang mengiringi permintaan maaf itu. Menggenggam
tangan, memeluk erat, atau mencium juga akan dicontoh anak saat orangtua minta
maaf dengan bahasa tubuh seperti itu. Namun sebagai catatan, tegaskan padanya
bahwa pelukan dan ciuman penyesalan hanya boleh diberikan pada papa/mama/kakak/adik,
sedangkan untuk teman/saudara/orang lain cukup dengan bersalaman. Bahasa tubuh
juga efektif untuk batita yang komunikasi verbalnya belum lancar sehingga belum
bisa mengucapkan kata maaf.
3.
Dorong supaya
bertanggung jawab
Selain mengucapkan maaf, minta anak untuk "bertanggung
jawab" atas kesalahan yang dilakukannya. Umpama, ia menyenggol temannya sampai
jatuh. Nah setelah minta maaf, jika temannya terluka, minta si kecil menyodorkan
tisu/plester. Ini sebagai bagian dari pembelajaran tentang tanggung jawab atas
kesalahan yang dilakukan.
4.
Berikan
apresiasi
Setelah anak mengucapkan kata maaf, berikan
apresiasi dalam bentuk pujian, seperti, "Wah, pintar, kamu sudah bisa minta maaf."
Hal tersebut sekaligus sebagai penguatan bahwa yang dilakukannya sudah benar dan
perlu diulanginya lagi di lain kesempatan.
PESAN PENTING
Selain cara, orangtua juga harus
mengajarkan kapan kata maaf itu diucapkan, yakni saat menyusahkan orang lain,
mencelakai orang lain, melanggar janji, melakukan hal-hal yang sudah dilarang,
melakukan hal-hal yang tidak disukai orang lain, dan sebagainya. Dengan begitu,
yang ditekankan adalah pesan untuk tidak mengulangi kesalahan, bukan semata-mata
minta maaf tanpa mengerti alasannya.
Apa jadinya kalau anak yang bersalah tidak
dibiasakan meminta maaf?
* Anak tidak disukai dalam pergaulannya
karena tidak biasa minta maaf setelah melakukan kesalahan. Ini akan berakibat
pada perkembangan sosialnya. Apalagi kalau sikap masa bodoh ini terbawa sampai
usia dewasa.
* Perkembangan emosinya tidak optimal
karena dengan tidak mengakui kesalahan, ia tidak bisa menilai dirinya secara
pas.
Jadi,
say sorry... please!
Sumber : Majalah NAKITA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar